Kamis, 17 Juli 2014

Tingkatkan Budaya Membaca di NTT


                                              TINGKATKAN BUDAYA MEMBACA DI NTT
                                               Willy Wele, Mahasiswa STFK  Ledalero 
 
Di tengah jaman yang mengglobal ini, banyak orang memfokuskan diri pada barang-barang yang serba canggih. Kecanggihan barang-barang jaman ini dinikmati oleh semua orang tanpa mengenal usia. Anak-anak yang berusia 5-6 tahun pada jaman ini yang seharusnya menjadi kesempatan untuk bermain-main dengan teman-teman sebayanya, membaca ceritera anak-anak, mendengarkan ceritera-ceritera dongeng dari kakek dan nenek, justru yang terjadi sebaliknya pada usia ini di jaman ini mereka diberikan kesempatan untuk menikmati permainan-permaiinan dalam Laptop, HP, Note Book dan pada barang-barang canggih lainnya. hal ini akan mempengaruhi perkembangan anak. Anak akan mengalami kesulitan dalam hal pergaulan dengan orang lain, dan akan kehilangan masa kanak-kanak.
Apakah sifat seperti ini yang diharapkan dalam diri anak-anak?
Sebagai orang yang peduli dengan anak-anak NTT, saya menyarankan kepada semua pihak yang bertanggungjawab untuk mendidik ana-anak NTT ini untuk menanamkan kebiasaan membaca terhadap anak-anak sesuai dengan usia-usia mereka. Contohnya, pada usia 5-7 tahun dilatih untuk membaca ceritera anak-anak dan ceritera-ceritera suci lainnya. Pada usia 8-12 tahun dilatih untuk membaca ceritera-ceritera tentang bangsa Indonesia dan menceriterakan kembali kepada sesame teman-temannya. Pada usia 23-15 tahun dilatuh untuk membaca puisi dan mencoba untuk menulis puisi. Pada usia 16-20 tahun harus sudah mempunyai kerinduan dalam diri untuk membaca sebanyak-banyaknya.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     
Dengan membaca, anak-anak akan memperoleh wawasan yang luas dan mampu untuk berargumentasi. Membaca juga dapat menolong orang untuk berlinguistik secara baik dan benar. Membaca menolong orang untuk berbicara sambil berpikir dan perpikir sambil berbicara. Berbicara merupakan alat komunikasi paling efektif dan efesien. Persoalan berbicara tak dapat dilepaskan sejak sejarah manusia mulai diperkenalkankan. Bahkan Allah SWT memiliki sifat kalam artinya Maha Berfirman. Itulah sebabnya Nabi Musa ketika lidahnya kurang begitu fasih berbicara, maka Allah membimbing dia dengan seubua doa.
Imam menyebutkan bahwa yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah bahwa manusia itu disebut hayawanun nathiqun artinya “binatang yang pandai berbicara. Meskipun secara etika sepertinya terlalu berana beliau menyebut manusia dengan binatang. Demikian pula orang-orang yang mampu mengubah sejarah peradaban dunia, Mereka itu pada umumnya sangat piawai dalam mengolah kata dan bermain kalimat. Mulai dari para filusuf Yunani seperti Socrates, Aristoteles, dan Plato. Sampai dengan para politikus, dan negarawan seperti Hitler, Musolini, Thomas Aquinas, Montesqueu, hingga negarawan kita yang cukup mahir dalam berorator seperti Bung Karno dan Bung Tomo.
Kita juga tentu sering tertegun menyimak pembicaraan para da’i kondang, seperti KH. Zaenuddin MZ, Aa Gym, Ust. Jepri Al-Bukhari, dan Ust. Arifin Ilham. Mereka memiliki karakter gaya bicara yang berbeda dan pendengar akan terlena dalam buaian kata-kata indah mereka. Kesimpulannnya adalah bahwa berbicara yang baik dan bermakna akan mengandung kekuatan spiritual tersendiri.
Berbahasa Indonesia yang baik merupakan bagian identitas bangsa. Seyogyanya berbicara yang baik dan benar sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baku harus dapat disosialisasikan oleh para publik figur, selebritis, di negeri ini. Indikasi “pengrusakkan” kaidah bahasa Indonesia era sekarang kiranya didominasi oleh bahasa iklan di media masa.
Penggunaan bahasa dan isitilah asing yang diadopsikan ke dalam bahasa Indonesia seharusnya dibatasi. Kalau tidak bisa disederhanakan oleh si pembicara sebaiknya tidak perlu diucapkan. Akan tetapi justru gejala ini dibuat sengaja oleh orang-orang yang masih setengah-setengah mengenyam pendidikan tinggi. Atau demi gengsi-gengsian mereka berbicara yang sok ilmiah. Ironisnya, justru mereka sendiri tidak mengerti apa sebenarnya isi pembicaraannya.
Sya’ir-sya’ir lagu, bahasa iklan, bahasa dialog sinetron/film (dengan tanpa mengurangi kebebasan berekspresi) sebaiknya selalu memperhatikan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Sepanjang sejarah, kongres bahasa Indonesia itu sudah sering dilaksanakan. Sehingga yang disebut dengan EYD entah akan berapa kali lagi akan disempurnakan. Barangkali akan lebih monumental jika gramatikal bahasa Indonesia itu secara resmi diundangkan. Dengan segala implikasinya, layaknya sebuah undang-undang (lengkap dengan sanksi hukum, jika ada penyalahgunaan istilah atau lainnya).
Lalu, ada apa dengan tata bahasa Indonesia ? Mengapa selalu berubah-ubah ?. Hal ini didak lain disebabkan karena kuatnya pengaruh suhu politik. Contohnya, setiap kali ganti mentri/ kabinet maka setiap kali ganti istilah. SMP jadi SLTP kembali lagi ke SMP, SMA jadi SMU kembali lagi ke SMA.
Kunjungilah perpustakaan Daerah setempat!
Putera dan puteri NTT yang tercinta jangan mengisi kekosongan anda dengan mabuk-mabukan, balap-balapan dan berdugem dimana-mana. Kerena tindakan-tindakan ini akan mencelakakan diri sendiri dan mengganggu ketenteraman wilayah NTT dan bangsa Indonesia. Saya mengharapkan agar kita semua tetap mengisi kekosongan kita dengan membaca. Jika tidak memiliki buku-buku untuk membaca, kunjungilah perpustakaan daerah setempat dan membacalah buku-buku yang disiapkan sebanyak-banyaknya.
Gudang ilmu putera dan puteri NTT…
Pihak pemerintah yang bertanggungjawab terhadap perpustakaan daerah supaya memperhatikan buku-buku di perpustakaan daerah dan mendatangkan kembali buku-buku terbaru bagi putera dan puteri NTT.
selamat membaca putera dan puteri NTT………………………………………….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar