TRI
PRASETIA KEKAL SEPANJANG MASA
Oleh:Fr. Wilhelmus
Wele
Mahasiswa
STFK Ledalero
Zaman ini adalah
zaman globalisasi, saat dunia dirasakan lebih kecil sebelunmnya. Dengan
kemajuan teknologi yang canggih, seperti handphone, internet, televisi dan
lain-lain, dunia juga terasa semakin sempit, karena berbagai informasi dapat
diketahui orang di seluruh dunia secara tepat, dan juga seluruh kebutuhan
manusia dari yang primer sampai yang sekunder tercukupi. Tetapi, di balik ini
ada satu hal yang perlu diperhatikan, orang hanya ingin enaknya saja atau
dengan kata lain muncul istilah Budaya Instant.
Di tengah jaman
modern ini ada sekian banyak pemuda/pemudi yang mau melawan arus jaman modern
dengan mengambil bagian dalam hidup membiara. Ada yang melawannya melalui jalan
Projo (Pr), SVD, Ordo Karmel (O.Carm),dll. Para pemuda/pemudi ini dengan berani
melepaskan segala hal yang bersifat sementara (duniawi) dan mengutamakan
kerajaan Allah. Kaul keperawanan, merupakan salah satu
kaul kekal yang diucapkan oleh kaum biarawan-biarawati. Dalam kaul ini mereka
menyadari, hidup tidak menikah adalah anugerah yang Tuhan berikan secara
pribadi. Mereka bersyukur atas kaul keperawanan ini. Namun sering kita juga
sulit merasa bersyukur, karena semangat hidup selibat tidak kuat, mengalami
hambatan besar dalam hidup, mereka tidak peduli dengan penghayatan kaul
keperawanan.
Dalam kehidupan sehari-hari, perlu adanya
penghayatan kaul kemurnian dalam bentuk kebersamaan sebagai salah satu saudara
yang dipanggil. Jika tidak dihayati secara sungguh-sungguh, akan berakibat
buruk. Kita juga dituntut untuk menghadapi godaan yang begitu pelan dan lembut,
maka kita harus berani dengan tegas menolak. Bukan berarti jika jatuh, lantas
keluar. Kita bisa merenungkan kata-kata Rasul Paulus, yaitu “roh itu penurut,
tetapi daging itu lemah”.
Kaul kemiskinan, ternyata membawa kebahagiaan,
karena kita dapat menghayati secara sungguh-sungguh dalam kehidupan membiara.
Namun, beberapa orang merasa bahwa kaul kemiskinan dirasakan mengikat dan
menekan. Karenanya kita mesti berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan, serta
menemukan arti tujuan hidup yang sebenarnya.
Kadangkala muncul pikiran dalam diri kita, bolehkah
kita memiliki fasilitas yang lengkap? Dalam hal ini, kita harus memiliki sikap
dan patokan sebagai pegangan. Kita mesti merefleksikan bentuk kemiskinan yang
akan menimbulkan bentrokan dalam diri. Kaul kemiskinan ini juga dapat
menumbuhkan semangat murah hati. Kita diajak untuk hidup jujur dan menjadi
pejuang keadilan bagi kaum kecil.
Menghayati kaul-kaul
Kaul kemiskinan. Jika orang ingin menjadi rahib
ukuran awalnya ialah penolakan harta milik dan membaginya pada orang miskin.
Titik perhatian mereka pada cinta pada orang yang lebih membutuhkan. Hal ini
dihubungkan dengan Mat 19, 21 (perintah Tuhan pada orang kaya.)
kemiskinan anakorit (anachoretism, diambil dari bhs Yunani:
anachorein= mengundurkan diri, menarik diri dari keramaian dan menyepi).
Kemiskinan dalam senobitisme (hidup
bertapa dalam komunitas)
Kaum senobit tetap setia pada tradisi anakorit, memegang
teguh penolakan milik sebagai permulaan hidup religius mereka. Tetapi sebagai
ganti menyerahkan milik pada orang miskin, mereka menyerahkan pada komunitas
yang akan mereka masuki. Pachomius dan para muridnya lalu menyadari bahwa demi
kelanjutan komunitas atau alasan teologis, ternyata penting juga memiliki
harta milik bersama. Tetapi bukan milik pribadi, alasannya Tuhan telah
memberikan dirinya untuk sahabat-sahabatNya, maka persaudaraan para murid model
gereja awali perlu jadi model utama.
Kemiskinan dalam KS. Pada awalnya kemiskinan seperti
dalam kitab Kebijaksanaan, selalu dipandang sebagai suatu kemalangan, yang lalu
dihubungkan dengan dosa seseorang (Ams. 6,6-11; 21, 17; 23,21). Para nabi
menghadapi situasi berbeda: orang kaya yang kecil jumlahnya mendominasi situasi
masyarakat, dan keadilan selalu di tangan mereka. Si penindas dalam jaman ini
di ibaratkan langsung dengan orang kaya. Para nabi ingin memperjuangkan nasib
si miskin, sehingga sangat peka dengan hak-hak orang miskin.
Mesias orang miskin dalam PB, kedatangan Kristus adalah
kabar gembira, adalah pembebasan bagi orang miskin. Sebab dalam masa kedatangan
Kristus, tidak ada lagi penderitaan lagi, maka mereka pun terbebas dari
penindasan. Karena itu orang miskin menjadi model orang yang akan mendapat kuasa
Tuhan (Mt 25, 34-40).
Dengan penghayatan seperti ini maka kemiskinan menghasilkan
pembebasan. Suatu pembebasan dari ketergantungan yang berlebihan akan makanan,
pakaian dan sahabat khusus, jadi berarti suatu pengintegrasian dan penataan
hidup. Dan ini berarti sikap siaga untuk lepas bebas secara luas demi Tuhan.
Dari sini dapat dikatakan bahwa kemiskinan bukanlah
pertama-tama penanggalan harta atau milik ataupun pemutusan seluruh hubungan
pribadi dengan orang lain. Kemiskinan pertama-tama adalah integrasi hidup dalam
TUHAN, yang melahirkan suatu sikap hidup.
Secara singkat hidup religius itu ingin menjelmakan ketaatan
yang khas, menjadi ungkapan ketaatan Gereja kepada Kristus. Apa yang kita
ikrarkan dalam ketaatan injil? Kita mencari kehendak Allah secara resmi dan
eksplisit melalui ajaran injil, konstitusi dan aturan hidup kebiaraan;
kehidupan gereja.
Juga dalam lembaga kita diminta taat pada pembesar. Tujuan
yang mau dicapai adalah suatu kerjasama yang dijiwai cinta kasih antara
pembesar dan anggota dalam mencari rencana keselamatan TUHAN. Setia sepenuh
hati pada pembesar serta mempercayai mereka sebagai alat ditangan Tuhan yang
berkarya dalam hidup dapat menumbuhkan inspirasi timbal balik untuk
semakin baiknya hidup membiara.
Kaul Kemurnian demi Kerajaan Allah. Kristuslah satu-satunya Mempelai
kita, seseorang yang memilih sikap hidup murni hendaknya menghayati satu sikap
hormat yang tearah semata kepada sang Pencipta, sebagai satu-satuNya pribadi,
tetapi ia juga masih menghormati ciptaan lain, juga dirinya. Ini berarti, ia
tetap menghormati hidup seksualitas dengan segala kedalaman artinya, dan
mengangkatnya ke dalam tataran ilahi sebagai pemberian cinta Allah yang
menyatukan, sebagai ungkapan pemberian diri pribadi yang satu kepada yang lain.
Keperawanan demi kerajaan Allah, tidak cukuplah kiranya,
bahwa orang memilih hidup perawan karena nasihat Injil. Kaul keperwanan harus
benar-benar dimaksudkan langsung untuk Tuhan, dipersembahkan secara khusus
untukNya (Mat 19:11-12). Maka hidup selibat dipilih dengan senang hati, dengan
gembira sebagai penghayatan “tubuhku yang kupersembahkan” terus – menerus dalam
cinta. Karenanya keperawanan adalah juga suatu pengendalian nilai-nilai
manusiawi, yakni juga pengendalian nilai-nilai seksual demi kebaikan yang lebih
tinggi.
Kaul
Ketaatan. Kaul Ketaatan lebih tinggi daripada dua kaul yang
pertama. Sungguh, kaul ketaatan adalah suatu kurban, dan ia lebih penting
karena ia membangun dan menjiwai tubuh religius. Dengan kaul ketaatan
biarawan/wati berjanji pada Allah untuk taat kepada para pimpinan yang sah
dalam segala sesuatu yang mereka perintahkan demi peraturan. Kaul ketaatan
membuat biarawan/wati bergantung kepada pimpinan atas dasar peraturan-peraturan
sepanjang hayatnya dan dalam segala urusannya. Seorang biarawan/wati berdosa
berat melawan kaul ketaatan setiap kali ia tidak taat kepada peraturan yang
diberikan atas dasar ketaatan dan peraturan-peraturan.
Keutamaan Ketaatan. Keutamaan ketaatan lebih luas daripada kaul ketaatan; keutamaan ini mencakup ketentuan dan peraturan, dan bahkan nasihat-nasihat para pimpinan.
Keutamaan ketaatan sangat diperlukan oleh seorang biarawan/wati sehingga, kalau ia melakukan perbuatan-perbuatan baik yang bertentangan dengan ketaatan, perbuatan itu menjadi tidak baik dan tidak ada pahalanya.
Manusia berdosa berat melawan keutamaan ketaatan kalau ia melecehkan pimpinan atau perintah pimpinan, atau kalau ketidak-taatan mengakibatkan kerugian rohani atau jasmani kepada komunitas.
Curiga terhadap pimpinan atau menyembunyikan rasa antipati terhadapnya – menggerutu dan mengecam, malas dan lalai.
Tingkat-tingkat Ketaatan. Memenuhi perintah dengan tulus dan sempurna – ini disebut ketaatan kehendak kalau kehendak mendorong budi untuk tunduk kepada nasihat pimpinan. Sehubungan dengan ini, untuk menunjang ketaatan, Santo Ignasius menganjurkan tiga saran: selalu melihat Allah dalam diri pimpinan, siapa pun dia; membenarkan perintah atau nasihat pimpinan; menerima setiap perintah sebagai perintah dari Allah, tanpa mempertanyakannya atau menimbang-nimbangnya. Saran umum: kerendahan hati. Tidak ada sesuatu yang sulit bagi orang yang rendah hati. Hayatilah kemiskinan, kemurnian dan ketaatan!!!
Keutamaan Ketaatan. Keutamaan ketaatan lebih luas daripada kaul ketaatan; keutamaan ini mencakup ketentuan dan peraturan, dan bahkan nasihat-nasihat para pimpinan.
Keutamaan ketaatan sangat diperlukan oleh seorang biarawan/wati sehingga, kalau ia melakukan perbuatan-perbuatan baik yang bertentangan dengan ketaatan, perbuatan itu menjadi tidak baik dan tidak ada pahalanya.
Manusia berdosa berat melawan keutamaan ketaatan kalau ia melecehkan pimpinan atau perintah pimpinan, atau kalau ketidak-taatan mengakibatkan kerugian rohani atau jasmani kepada komunitas.
Curiga terhadap pimpinan atau menyembunyikan rasa antipati terhadapnya – menggerutu dan mengecam, malas dan lalai.
Tingkat-tingkat Ketaatan. Memenuhi perintah dengan tulus dan sempurna – ini disebut ketaatan kehendak kalau kehendak mendorong budi untuk tunduk kepada nasihat pimpinan. Sehubungan dengan ini, untuk menunjang ketaatan, Santo Ignasius menganjurkan tiga saran: selalu melihat Allah dalam diri pimpinan, siapa pun dia; membenarkan perintah atau nasihat pimpinan; menerima setiap perintah sebagai perintah dari Allah, tanpa mempertanyakannya atau menimbang-nimbangnya. Saran umum: kerendahan hati. Tidak ada sesuatu yang sulit bagi orang yang rendah hati. Hayatilah kemiskinan, kemurnian dan ketaatan!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar