WARTEL 03 AGUSTUS 2014
Cerita Bijak Gambar Tuhan dalam hidup kita

Gema Sabda Mat 14:13-21
“Berbelas Kasih”
Saudara-saudari yang terkasih dalam
Kristus,
Kita berada di tengah dunia yang krisis
akan nilai-nilai kemanusian. Bersamaan dengan itu fenomena seperti aksi teror,
peperangan, pelecehan seksual, dan pembunuhan semakin merajalela. Tidak hanya
itu, di sekitar kita pun ada orang yang hidup dalam kekurangan antara lain
kekurangan makanan, air, pakaian, dan tidak bisa menempuh pendidikan karena
faktor ekonomi. Keadaan seperti ini seharusnya menyadarkan kita sebagai orang
katolik untuk menemukan akar dari permasalahan-permasalahan tersebut. Santa
Teresa dari Kalkuta pernah mengatahkan demikian: “seluruh dunia akan hancur
bukan karena bahaya atom melainkan disebabkan oleh ketiadaan kasih dalam diri
setiap manusia”. Kata-kata ini mengingatkan kita bahwa bukan alat-alat seperti pedang, senjata
ataupun bom yang berbahaya dan mengancam kelangsungan hidup kita tetapi situasi
batin yang kacau yang lebih berbahaya. Santa Teresa menunjukkan bahwa manusia
yang tidak berbelas kasih adalah manusia yang berbahaya karena bisa
menghancurkan dunia dan seisinya.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
Yesus
dalam Injil hari ini menjadi tokoh utama yang mengajarkan kepada kita
orang-orang katolik untuk menanamkan nilai kasih dalam diri kita. Rasa berbelas
kasih itu harus tampak ketika kita berhadapan dengan situasi-situasi yang
membutuhkan bantuan kita. Hal ini dilakukan oleh Yesus ketika Ia melihat orang
banyak dan menyembuhkan mereka. Bahkan ia menyuruh para pengikut-Nya untuk
memberi orang banyak itu makanan bukan menyuruh mereka untuk pergi. Maka kita
dapat melihat ada peristiwa perbanyakan roti dan ikan yang dilakukan oleh
Yesus. Inilah wujud nyata dari iman, kasih dan perbuatan. Yesus melakukan itu
dengan sempurna. Dia melakukan di hadapan para murid-Nya dengan maksud agar
mereka pun dapat melakukannya ketika berada di tengah-tengah situasi yang
membutuhkan bantuan mereka.
Saudara-saudari yang terkasih dalam
Kristus,
Kitalah
penerus dari misi Yesus. Dengan melihat fenomena yang terjadi di sekitar kita
maka sangat diharapkan agar kita pun berbelas kasih dengan sesama kita yang
menderita. Tidak cukup hanya dengan berdoa dan menghadiri misa pada setiap hari
Minggu kalau tidak ada kasih dalam diri kita. Tidak cukup kalau hanya menjadi
pengajar bagi orang lain jika kita sendiri tidak memulai untuk melakukannya.
Yesus mengajak kita untuk melakukannya dengan sempurna. Bantulah sesama dengan
kasih yang tulus bukan dengan rasa benci! Bantulah sesama dengan kasih yang
tulus tanpa dibungkusi oleh maksud tertentu! Jangan menuntut kesempurnaan jika
kita sendiri tidak sanggup meneruskan karya Yesus dengan sempurna! Marilah kita
bersama-sama melangkah membangun dunia dengan kasih yang tulus!*** Fr. Patrick, O.Carm.
Percik
Santo
Yohanes Maria Vianney, 04 Agustus
Yohanes
Maria Vianney lahir pada 8 mei 1786 di desa Dardilly, Lyon-Prancis. Ayahnya
seorang petani miskin dan ibunya seorang yang taat agama. Semenjak kecil,
Yohanes sudah terbiasa dengan kerjakeras dan doa yang tekun berkat teladan
orangtuanya. Ia memang terampil dan rajin bekerja namun lamban dan bodoh.
Meskipun begitu, ia bercita-cita menjadi imam.
Pada
umur 20 tahun, ia masuk seminari di desa tetangganya, Ecully. Pendidikannya
sempat tertunda karena wajib militer. Baru pada tahun 1812, ia melanjutkan lagi
studinya. Ia mengalami kesulitan besar dalam sepanjang masa studinya di Seminari.
Ia selalu berdoa pada Santo Fransiskus Regis agar bisa terbantu dalam
mempelajari semua bidang studi. Berkat usahanya itu, ia akhirnya dapat menamatkan
pendidikannya di seminari dan ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1815.
Setelah menjadi imam,
ia belum diperkenankan melayani sakramen pengakuan dosa karena dianggap tidak
mampu memberikan bimbingan rohani kepada umat. Di samping itu, ia dinilai tidak
bisa menjadi pastor di paroki-paroki kota. Oleh karena itu, ia ditempatkan di
paroki Ars, sebuah tempat terpencil dan terbelakang di Prancis.
Yohanes sadar bahwa
Allah melalui Roh Kudus akan menyempurnakan kekurangannya. Kesadaran itu
mendorong dia untuk mempersembahkan karyanya pada Tuhan. Semangat kerja
kerasnya mendorongnya untuk berkotbah dan mengajar umat. Kotbah-kotbahnya
tajam, keras, dan mengena sehingga menggetarkan hati umat terutama para
pendosa. Yohanes mampu menghantar kembali umat kepada pertobatan dan
penghayatan iman yang besar. Yohanes Maria Vianney mendampingi umatnya di Ars
sampai maut menjemput pada tanggal 3 Agustus 1859. Pada tahun 1925, ia
dinyatakan sebagai santo oleh Paus Pius XI dan diangkat sebagai pelindung
surgawi bagi para pastor paroki.
(Fr. Franky, O.Carm)
Inspirasi
Yang Fana=Yang Bersyukur
Kata orang,
hidup ini fana…sementara…tidak harus ada, tetapi ada. LARON mengajarkan sebuah
pesan indah tentang KEFANAAN. Menjelang musim penghujan, serangga ini
bermunculan. Bila malam tiba dan cahaya-cahaya dinyalakan, lihatlah!...mereka
beterbangan menuju ke arah datangnya cahaya. Semua tampak riang-gembira dan
penuh rasa syukur. Setelah itu apa? Satu
per satu berguguran, sayap-sayap indah yang tadinya dipakai terbang mulai
lepas. Mereka pun mati entah sebagai mangsa semut-semut kelaparan atau sebagai
kotoran yang berserakan di lantai rumah-rumah kita.
Belum pernah
kita dengar seekor laron pun protes pada Tuhan mengapa diberi hidup yang
singkat, atau mengapa mati dengan cara yang tidak terhormat. Barangkali, mereka
cukup bahagia dengan HIDUP itu sendiri. Dibanding kita, laron lebih tahu bahwa
dirinya tidak harus ada, tetapi ada…mereka bersyukur untuk waktu hidup yang
hanya beberapa menit itu…( Fr. Even, O.Carm)
Tajuk
Memberi banyak, memberi sedikit, bukan soal. Menerima
banyak, menerima sedikit, bukan soal. Yang di perlu dipersoalkan, apakah dalam
yang banyak dan sedikit itu ada ketulusan atau tidak.
Fr. Aldo D, O.Carm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar