Selasa, 30 September 2014

Wartel, 03 Agustus 2014


WARTEL 03 AGUSTUS 2014

Cerita Bijak        Gambar Tuhan dalam hidup kita
Seorang Tukang perhiasan yang miskin tetapi jujur ditangkap karena tindakan kejahatan yang tidak dilakukannya. Ia dijebloskan dalam penjara yang dijaga ketat di tengah kota. Setelah mendekam dalam penjara, istrinya datang menjenguk. Ia pun  menceriterakan kepada Kepala Penjara bahwa suaminya adalah tukang perhiasan yang miskin, tetapi saleh dan jujur. Hidupnya akan lebih tersesat jika tidak diijinkan menggunakan perlengkapan doa. Karena perlengkapan doa yang dibutuhkan tampak tidak membahayakan, maka kepala penjara menyetujui permohonan Sang istri dan ia pun segera menghantarkan barang tersebut kepada Si Tukang perhiasan. Beberapa minggu kemudian Si Tukang perhiasan berkata kepada seorang penjaga “saya bosan meringkuk dalam sel dari hari ke hari tanpa berbuat sesuatu. Saya ini seorang ahli perhiasan. Jika engkau mengijinkan saya membawa beberapa potong logam dan peralatan sederhana, saya akan membuatkan bagimu perhiasan yang indah. Engkau dapat menjual perhiasan-perhiasan itu di pasar murah untuk memperoleh tambahan penghasilan. Saya hanya minta sedikit, sekadar imbalan dari waktu, tenaga dan kepandaian yang telah saya gunakan”. Si Penjaga itu pun setuju dan ia sendiri akan mengatur semuanya. Setiap hari ia membawa beberapa kepingan perak dan logam lainnya serta peralatan yang sederhana untuk Si Tukang perhiasan. Hari berganti hari, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Pada suatu pagi ketika para penjaga mengecek sel Si Tukang perhiasan, ternyata sel itu sudah kosong. Tidak lama kemudian seorang penjahat ditangkap. Dia inilah pelaku kejahatan yang menyebabkan Si Tukang perhiasan dijebloskan ke dalam penjara. Pada suatu hari di pasar murah, seorang penjaga melihat Si mantan napi yaitu Si Tukang perhiasan sedang mejual perhiasannya. Segera Si Penjaga mendekatinya dan menerangkan bahwa penjahat yang sebenarnya sudah ditangkap. Kemudian ia bertanya pada Si Tukang perhiasan bagaimana ia dapat melarikan diri, padahal penjagaan di penjara sangat ketat.Dengan tenang Si Tukang perhiasan itu menceriterakan pengelamannya yang sangat mengagumkan. Rupanya istri Si Tukang perhiasan sudah pergi kepada Kepala Arsitek yang merancang penjara itu. Dari Kepala Arsitek, ia mendapatkan cetak biru (model) dari lubang kunci pintu sel. Kemudian ia merancang pola dan model kunci pintu sel dan menenunnya diatas taplak meja doa, maka ia berdoa terus menerus. Lama-kelamaan ia mulai melihat bahwa di dalam pola perhiasan taplak meja doanya ada suatu pola yang berbentuk kunci pintu selnya. Dengan peralatan yang sederhana dan logam yang dipergunakan untuk membuat perhiasan, Si Tukang perhiasan itu merancang sebuah kunci, dan akhirnya ia dapat melarikan diri. ***Fr. Willy Wele, O.Carm**

Gema Sabda Mat 14:13-21
“Berbelas Kasih”
            Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
Kita berada di tengah dunia yang krisis akan nilai-nilai kemanusian. Bersamaan dengan itu fenomena seperti aksi teror, peperangan, pelecehan seksual, dan pembunuhan semakin merajalela. Tidak hanya itu, di sekitar kita pun ada orang yang hidup dalam kekurangan antara lain kekurangan makanan, air, pakaian, dan tidak bisa menempuh pendidikan karena faktor ekonomi. Keadaan seperti ini seharusnya menyadarkan kita sebagai orang katolik untuk menemukan akar dari permasalahan-permasalahan tersebut. Santa Teresa dari Kalkuta pernah mengatahkan demikian: “seluruh dunia akan hancur bukan karena bahaya atom melainkan disebabkan oleh ketiadaan kasih dalam diri setiap manusia”. Kata-kata ini mengingatkan kita bahwa  bukan alat-alat seperti pedang, senjata ataupun bom yang berbahaya dan mengancam kelangsungan hidup kita tetapi situasi batin yang kacau yang lebih berbahaya. Santa Teresa menunjukkan bahwa manusia yang tidak berbelas kasih adalah manusia yang berbahaya karena bisa menghancurkan dunia dan seisinya. 
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
            Yesus dalam Injil hari ini menjadi tokoh utama yang mengajarkan kepada kita orang-orang katolik untuk menanamkan nilai kasih dalam diri kita. Rasa berbelas kasih itu harus tampak ketika kita berhadapan dengan situasi-situasi yang membutuhkan bantuan kita. Hal ini dilakukan oleh Yesus ketika Ia melihat orang banyak dan menyembuhkan mereka. Bahkan ia menyuruh para pengikut-Nya untuk memberi orang banyak itu makanan bukan menyuruh mereka untuk pergi. Maka kita dapat melihat ada peristiwa perbanyakan roti dan ikan yang dilakukan oleh Yesus. Inilah wujud nyata dari iman, kasih dan perbuatan. Yesus melakukan itu dengan sempurna. Dia melakukan di hadapan para murid-Nya dengan maksud agar mereka pun dapat melakukannya ketika berada di tengah-tengah situasi yang membutuhkan bantuan mereka.
            Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
Kitalah penerus dari misi Yesus. Dengan melihat fenomena yang terjadi di sekitar kita maka sangat diharapkan agar kita pun berbelas kasih dengan sesama kita yang menderita. Tidak cukup hanya dengan berdoa dan menghadiri misa pada setiap hari Minggu kalau tidak ada kasih dalam diri kita. Tidak cukup kalau hanya menjadi pengajar bagi orang lain jika kita sendiri tidak memulai untuk melakukannya. Yesus mengajak kita untuk melakukannya dengan sempurna. Bantulah sesama dengan kasih yang tulus bukan dengan rasa benci! Bantulah sesama dengan kasih yang tulus tanpa dibungkusi oleh maksud tertentu! Jangan menuntut kesempurnaan jika kita sendiri tidak sanggup meneruskan karya Yesus dengan sempurna! Marilah kita bersama-sama melangkah membangun dunia dengan kasih yang tulus!*** Fr. Patrick, O.Carm.

 Percik
Santo Yohanes Maria Vianney, 04 Agustus
            Yohanes Maria Vianney lahir pada 8 mei 1786 di desa Dardilly, Lyon-Prancis. Ayahnya seorang petani miskin dan ibunya seorang yang taat agama. Semenjak kecil, Yohanes sudah terbiasa dengan kerjakeras dan doa yang tekun berkat teladan orangtuanya. Ia memang terampil dan rajin bekerja namun lamban dan bodoh. Meskipun begitu, ia bercita-cita menjadi imam.
Pada umur 20 tahun, ia masuk seminari di desa tetangganya, Ecully. Pendidikannya sempat tertunda karena wajib militer. Baru pada tahun 1812, ia melanjutkan lagi studinya. Ia mengalami kesulitan besar dalam sepanjang masa studinya di Seminari. Ia selalu berdoa pada Santo Fransiskus Regis agar bisa terbantu dalam mempelajari semua bidang studi. Berkat usahanya itu, ia akhirnya dapat menamatkan pendidikannya di seminari dan ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1815.

Setelah menjadi imam, ia belum diperkenankan melayani sakramen pengakuan dosa karena dianggap tidak mampu memberikan bimbingan rohani kepada umat. Di samping itu, ia dinilai tidak bisa menjadi pastor di paroki-paroki kota. Oleh karena itu, ia ditempatkan di paroki Ars, sebuah tempat terpencil dan terbelakang di Prancis.
Yohanes sadar bahwa Allah melalui Roh Kudus akan menyempurnakan kekurangannya. Kesadaran itu mendorong dia untuk mempersembahkan karyanya pada Tuhan. Semangat kerja kerasnya mendorongnya untuk berkotbah dan mengajar umat. Kotbah-kotbahnya tajam, keras, dan mengena sehingga menggetarkan hati umat terutama para pendosa. Yohanes mampu menghantar kembali umat kepada pertobatan dan penghayatan iman yang besar. Yohanes Maria Vianney mendampingi umatnya di Ars sampai maut menjemput pada tanggal 3 Agustus 1859. Pada tahun 1925, ia dinyatakan sebagai santo oleh Paus Pius XI dan diangkat sebagai pelindung surgawi bagi para pastor paroki. (Fr. Franky, O.Carm)
 Inspirasi
      Yang Fana=Yang Bersyukur

Kata orang, hidup ini fana…sementara…tidak harus ada, tetapi ada. LARON mengajarkan sebuah pesan indah tentang KEFANAAN. Menjelang musim penghujan, serangga ini bermunculan. Bila malam tiba dan cahaya-cahaya dinyalakan, lihatlah!...mereka beterbangan menuju ke arah datangnya cahaya. Semua tampak riang-gembira dan penuh rasa syukur.  Setelah itu apa? Satu per satu berguguran, sayap-sayap indah yang tadinya dipakai terbang mulai lepas. Mereka pun mati entah sebagai mangsa semut-semut kelaparan atau sebagai kotoran yang berserakan di lantai rumah-rumah kita.
Belum pernah kita dengar seekor laron pun protes pada Tuhan mengapa diberi hidup yang singkat, atau mengapa mati dengan cara yang tidak terhormat. Barangkali, mereka cukup bahagia dengan HIDUP itu sendiri. Dibanding kita, laron lebih tahu bahwa dirinya tidak harus ada, tetapi ada…mereka bersyukur untuk waktu hidup yang hanya beberapa menit itu…( Fr. Even, O.Carm)
Tajuk
Memberi banyak, memberi sedikit, bukan soal. Menerima banyak, menerima sedikit, bukan soal. Yang di perlu dipersoalkan, apakah dalam yang banyak dan sedikit itu ada ketulusan atau tidak.
Fr. Aldo D, O.Carm


     


                    
                


Tidak ada komentar:

Posting Komentar