“ Prapaskah “
Ku menyambut indahnya mentari pagi
Syukur bagi-Mu Tuhan
udara
yang begitu sejuk dan segar
Boleh kukunikmatinya
............
Tak terasa
waktu
terus berputar
Dan
membawaku di masa yang baru
Masa
Prapaskah
............
Masa
yang penuh dengan refleksi
Masanya
untuk berpuasa dan berpantang
Melawan
diriku sendiri Dan melepas keegoisan
............
Memang
begitu sulit bagiku
Untuk
keluar dari aku dan ke-aku-anku
Namun
bagi Tuhan tidak ada yang tidak mungkin
Akupun
menjadi kuat !!
Itu
semua karena kuasa-Mu Tuhan
Berdamai Dengan
Allah? Apa Maksudnya?
Sebelum kita bertolak lebih jauh
maksud dari pertanyaan ini, marilah kita melihat kembali bagaimana rencana Allah bagi manusia,
yang pada mulanya merupakan hakikat dan tujuan dari Allah menciptakan manusia
sebagai makhluk yang mulia. Berdasarkan buku katekismus yang pernah saya membacanya, di sana diulas
secara gamblang mengenai rencana Allah menciptakan manusia. Di sana dikatakan
bahwa : “Allah yang berbahagia dalam dirinya sendiri, membagikan kebaikan. Demi rencana itu, Ia
menciptakan manusia untuk mengambil kebahagiaan dalam Allah. Dalam kepenuhan
waktu Allah Bapa mengutus Putera-Nya sebagai Penebus dan Penyelamat bagi umat
manusia yang jatuh ke dalam dosa dengan memanggil mereka dan mengangkat mereka
menjadi anak-anak-Nya serta pewaris kebahagiaan abadi”. Jadi dapat disimpulkan
bahwa tujuan Allah menciptakan menusia hanya semata-mata agar manusia dapat
mengambil bagian dalam kebahagiaan bersama Allah. Oleh karena itu, kita sebagai
makhluk ciptaan diwajibkan untuk menghidupi rencana Allah ini dalam kehidupan
kita setiap hari atau dengan kata lain kita harus senantiasa hidup berdamai
dengan semua makhluk ciptaan-Nya, terlebih khusus kepada Dia yang merencanakan
segalanya untuk hidup kita. Sadar atau tidak sadar salah satu tujuan manusia
adalah mencapai kebahagiaan sejati, di mana dalam kebahagiaan itu sendiri tercakup sejuta bahkan tidak
dapat terhitung oleh akal manusia yakni rahmat dari Allah sendiri. oleh karena
itu, langkah pertama yang perlu menjadi priorritas kita adalah berusaha untuk
menghadirkan damai dalam hidup keseharian kita. Tanpa hidup yang
berlandaskan rasa damai belum tentu kita dapat mencapai hidup yang bahagia. Jika kita masih
saja hidup di luar damai itu sendiri, maka sama halnya kita belum bisa
mewujudkan apa yang menjadi cita-cita dari Allah sendiri yang menjadikan kita sebagai
pewaris kebahagiaan abadi. Apa yang dimaksudkan
berdamai dengan Allah? untuk menjawab pertayaan ini, pertama-tama yang mesti
kita buat adalah melihat kedalam diri kita masing-masing
(Introspeksi-diri),sejauh mana kita mengenal diri kita mengenal diri kita
sebagai makhluk ciptaan-Nya yang mana
tidak terlepas dari kerapuhan dan kedosaan kita. Jika kita mampu mengenal diri kita, kita akan mampu
pula mendefenisikan maksud dari pertanyaan reflektif ini. Namun berdasarkan
refleksi saya mengenai ungkapan ini(berdamai dengan Tuhan)saya melihatnya
sebagai upaya dari kita sebagai makhluk yang rapuh dalam dosa berusaha untuk
membangun kembali relasi intimasi yang baik dengan sang pencipta(Allah), yakni
dengan cara menyesali segala dosa-dosa kita. Jadi berdamai denganTuhan sama
halnya bertobat di hadapan Allah. bertobat bukanlah hal yang gampang “seperti
yang kita pikirkan” tetapi harus melalui proses yang mana di dalamnya perlu ada kesanggupan dan kesetiaan.
Maka sebagai
akhir dari reflaksi saya, saya ingin mengajak kita semua untuk sungguh menciptakan suasana yang
penuh damai antara kita. Ketika kita mengakui bahwa diri kita adalah pendosa maka pada saat
itu kita akan mampu berdamai dengan
allah. St. Agustinus pernah berkata:” jikalau seorang dibenarkan dengan menyebut dirinya sebagai seorang yang
berdosa, maka dengan sendirinya ia sudah berjuang untuk bertobat”.
Kitab Kisah Rasul nampaknya secara khusus
memusatkan perhatian pada pertobatan dalam hubungannya dengan keselamatan
(Kisah 2:38, 3:19; 11:18; 17:30; 20:21; 26:20). Bertobat, dalam kaitannya
dengan keselamatan, adalah merubah pikiran kita dalam hubungannya dengan Yesus
Kristus. Dalam khotbah Petrus pada hari Pentakosta diakhiri dengan panggilan
agar orang-orang bertobat (Kisah 2:38). Bertobat dari apa? Petrus memanggil
orang-orang yang menolak Yesus Kristus (Kisah 2:36) untuk mengubah pikiran
mereka mengenai Dia, untuk mengakui bahwa Dia sungguh-sungguh adalah “Tuhan dan
Kristus”........Willy Wele........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar