Selasa, 30 September 2014

Prapaskah


“ Prapaskah “
Ku menyambut indahnya mentari pagi
Syukur bagi-Mu Tuhan
udara yang begitu sejuk dan segar
Boleh kukunikmatinya
............
Tak terasa
waktu terus berputar
Dan membawaku di masa yang baru
Masa Prapaskah
............
Masa yang penuh dengan refleksi
Masanya untuk berpuasa dan berpantang
Melawan diriku sendiri Dan melepas keegoisan
............
Memang begitu sulit bagiku
Untuk keluar dari aku dan ke-aku-anku
Namun bagi Tuhan tidak ada yang tidak mungkin
Akupun menjadi kuat !!
Itu semua karena kuasa-Mu Tuhan

Berdamai Dengan Allah? Apa Maksudnya?
            Sebelum kita bertolak lebih jauh maksud dari pertanyaan ini, marilah kita melihat kembali bagaimana rencana Allah bagi manusia, yang pada mulanya merupakan hakikat dan tujuan dari Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang mulia. Berdasarkan buku katekismus yang pernah saya membacanya, di sana diulas secara gamblang mengenai rencana Allah menciptakan manusia. Di sana dikatakan bahwa : “Allah yang berbahagia dalam dirinya sendiri, membagikan kebaikan. Demi rencana itu, Ia menciptakan manusia untuk mengambil kebahagiaan dalam Allah. Dalam kepenuhan waktu Allah Bapa mengutus Putera-Nya sebagai Penebus dan Penyelamat bagi umat manusia yang jatuh ke dalam dosa dengan memanggil mereka dan mengangkat mereka menjadi anak-anak-Nya serta pewaris kebahagiaan abadi”. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan Allah menciptakan menusia hanya semata-mata agar manusia dapat mengambil bagian dalam kebahagiaan bersama Allah. Oleh karena itu, kita sebagai makhluk ciptaan diwajibkan untuk menghidupi rencana Allah ini dalam kehidupan kita setiap hari atau dengan kata lain kita harus senantiasa hidup berdamai dengan semua makhluk ciptaan-Nya, terlebih khusus kepada Dia yang merencanakan segalanya untuk hidup kita. Sadar atau tidak sadar salah satu tujuan manusia adalah mencapai  kebahagiaan sejati, di mana dalam kebahagiaan itu sendiri tercakup sejuta bahkan tidak dapat terhitung oleh akal manusia yakni rahmat dari Allah sendiri. oleh karena itu, langkah pertama yang perlu menjadi priorritas kita adalah berusaha untuk menghadirkan damai dalam hidup keseharian kita. Tanpa hidup yang berlandaskan rasa damai belum tentu kita dapat mencapai hidup yang bahagia. Jika kita masih saja hidup di luar damai itu sendiri, maka sama halnya kita belum bisa mewujudkan apa yang menjadi cita-cita dari Allah sendiri yang menjadikan kita sebagai pewaris kebahagiaan abadi. Apa  yang dimaksudkan berdamai dengan Allah? untuk menjawab pertayaan ini, pertama-tama yang mesti kita buat adalah melihat kedalam diri kita masing-masing (Introspeksi-diri),sejauh mana kita mengenal diri kita mengenal diri kita sebagai makhluk ciptaan-Nya yang mana tidak terlepas dari kerapuhan dan kedosaan kita. Jika kita mampu mengenal diri kita, kita akan mampu pula mendefenisikan maksud dari pertanyaan reflektif ini. Namun berdasarkan refleksi saya mengenai ungkapan ini(berdamai dengan Tuhan)saya melihatnya sebagai upaya dari kita sebagai makhluk yang rapuh dalam dosa berusaha untuk membangun kembali relasi intimasi yang baik dengan sang pencipta(Allah), yakni dengan cara menyesali segala dosa-dosa kita. Jadi berdamai denganTuhan sama halnya bertobat di hadapan Allah. bertobat bukanlah hal yang gampang “seperti yang kita pikirkan” tetapi harus melalui proses yang mana di dalamnya perlu ada kesanggupan dan kesetiaan.
Maka  sebagai akhir dari reflaksi saya, saya ingin mengajak kita semua untuk sungguh menciptakan suasana yang penuh damai antara kita. Ketika kita mengakui bahwa diri kita adalah pendosa maka pada saat itu  kita akan mampu berdamai dengan allah. St. Agustinus pernah berkata:” jikalau seorang dibenarkan  dengan menyebut dirinya sebagai seorang  yang berdosa, maka dengan sendirinya ia sudah berjuang untuk bertobat”.
Kitab Kisah Rasul nampaknya secara khusus memusatkan perhatian pada pertobatan dalam hubungannya dengan keselamatan (Kisah 2:38, 3:19; 11:18; 17:30; 20:21; 26:20). Bertobat, dalam kaitannya dengan keselamatan, adalah merubah pikiran kita dalam hubungannya dengan Yesus Kristus. Dalam khotbah Petrus pada hari Pentakosta diakhiri dengan panggilan agar orang-orang bertobat (Kisah 2:38). Bertobat dari apa? Petrus memanggil orang-orang yang menolak Yesus Kristus (Kisah 2:36) untuk mengubah pikiran mereka mengenai Dia, untuk mengakui bahwa Dia sungguh-sungguh adalah “Tuhan dan Kristus”........Willy Wele........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar