Minggu, 26 Oktober 2014
Rabu, 22 Oktober 2014
PEMILU YANG DEMOKRATIS
PEMILU YANG DEMOKRATIS
(Willy Wele)
PENGANTAR
Semua masyarakat menginginkan pemilu berjalan dengan aman dan
damai. Tetapi dilihat dari perilaku banyak orang yang menjadi simpatisan partai
politik tertentu, sepertinya harus ada usaha ekstra untuk menciptakan kedamaian
tersebut. Seruan agar semua pihak
menahan diri untuk tidak memprovokasi pihak lain, rupanya hanya sekedar himbauan
yang didengarkan lewat telinga kanan dan langsung keluar dari telinga kiri, dan
sama sekali tidak berhenti sejenak di kepala.
Akibatnya banyak terjadi pelanggaran
atas aturan yang ada.
“Kita tahu bahwa sampai hari ini
aparat keamanan dalam menangani kampanye telah melakukan penilangan sebanayk 379 kasus pelanggaran
terhadap aturan. Tentu masih banyak lagi
yang tidak ketahuan, sehingga tidak termasuk yang dihitung tersebut. Harapan agar pemilu termasuk palaksanaan
kampanye dapat berjalan sesuai dengan aturan main yang ada, termasuk pematuhan
terhadap aturan berlalu-lintas, ternyata kandas, sehubungan dengan hiruk
pikuknya kampanye. Secara umum kita
memang melihat ada sedikit perbedaan
kampanye tahun ini dengan sebelumnya,
yang membuat masyarakat sedikit lebih legah.
Hanya saja tetap masih banyak pelanggaran yang terjadi.”[1]
PEMILU YANG DEMOKRATIS
Keutamaan dalam sistem demokrasi
adalah bahwa penyelenggaraan kekuasaan yang menempatkan semua rakyat pada
pososi yang sama. Warga yang telah mencapai usia tertentu berhak untuk
memberikan perspektifnya dengan bebas. Dalam demokrasi tidak memperkenankan adanya
diskriminasi dalam distribusi kesempatan berpendapat dan menyatakan pendapat. Syarat
untuk membatasi penggunaan hak seseorang sebagai warga sebuah negara demokratis
diusahakan seminimal mungkin. Tidak ada warga yang dilarang berpartisipasi
dalam kehidupan bersama karena alasan-alasan yang bersifat primordial seperti
suku, ras, agama dan gender.[2]
Demokrasi berpandangan bahwa
kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Kedaulatan rakyat mengungkapkan
diri dalam pengaturan penyelenggara kekuasaan. Warga negara disebut berdaulat
jika warga tersebut sadar akan apa yang menjadi hak yang dapat dituntutnya dari
kesatuan politis yang ada, dan jika ia mempunyai hak untuk menentukan orang
yang melaksanakan apa yang dikehendakinya.
Pemilu sebagai ukuran demokrasi bertolak
dari pandangan dasar yang mengatakan bahwa pemilu yang sejati mengandaikan
adanya demokrasi. Tanpa demokrasi pemilu hanya akan merupakan sebuah sandiwara
yang mahal harga finansial dan sosialnya, namun tidak merupakan sarana
demokratisasi yang memadai. Demokrasi menjadi dasar sebuah pemilu yang bermutu.
Kendatipun juga disadari bahwa demokrasi harus selalu diusahakan, apa pun
kondisinya. Tidak perlu sampai pada terciptanya suasana demokratis yang
sempurna.[3]
Bertolak
dari pengelaman dalam pemilu legislatif dan PilPres serta Pilkada di berbagai
tempat di Indonesia, dapat dikatakan bahwa dalam tahapan pelaksanaan pemilu,
ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan yakni kecerdasan dalam menentukan
pilihan, kejujuran dalam menghitung suara dan kejelian untuk menjadi saksi
dalam pemilu. Jika ketiga hal tersebut tidak diperhatikan, sebuah pemilu tidak
mencapai sasarannya yakni menjadi sarana demokratis dalam menentukan pemimpin
untuk periode yang akan datang.
Cerdas Memilih. Pemilih
yang mendasarkan pilihannya pada pertimbangan rasional. Baginya pilihan tidak
dijatuhkan berdasarkan dorongan perasaan.
Jujur Menghitung. Ketidakjujuran
dalam penghitungan suara dapat menjadi sebab bagi kegagalan sebuah pemilu yang
demokratis.
Saksi yang Tegar. Saksi yang
tegar adalah saksi yang tidak takut mennyampaikan kecurangan, dan tidak
melakukan kecurangan.[4]
Pemilih Pemilu yang Demokratis
Pemilih memiliki peran yang sentral
dalam pemilu. Ketika demokrasi dimaknai sebagai pemerintahan dari rakyat oleh
rakyat dan untuk rakyat, maka pemilih sesungguhnya adalah pemilik saham
pemerintahan terpilih yang sedang memberikan mandat kepada para calon pejabat
publik untuk mengatur dan mengelola negara untuk kepentingan mereka.
Sistem demokrasi membangun hubungan dua arah dan partisipatif antara pemerintah hasil pemilu dan rakyatnya. Pemerintah mengambil kebijakan atau sebaliknya atas dasar kepentingan rakyat, bukan kepentingan partainya, apalagi kepentingan individunya. Partisipasi aktif inilah yang menjadi parameter keberhasilan pembangunan demokrasi di negara Mana pun. Demokrasi yang mapan membutuhkan ruang deliberasi bagi publik untuk menyampaikan apa yang ingin mereka sampaikan dan memastikan apa yang mereka sampaikan didengar dan dijadikan dasar dalam proses-proses pengambilan keputusan pemerintah.
Proses partisipasi aktif dalam pemerintahan ini jika ditarik mundur diawali dari partisipasi otonom rakyat dalam proses-proses pemilu. Asumsi sederhananya, pemilih yang otonom memilih karena kesadaran dan keinginan terhadap perubahan, maka setelah proses pemilu berakhir ia akan tetap menjadi pemilih yang sadar dalam mengawal perubahan yang diharapkannya.
Sistem demokrasi membangun hubungan dua arah dan partisipatif antara pemerintah hasil pemilu dan rakyatnya. Pemerintah mengambil kebijakan atau sebaliknya atas dasar kepentingan rakyat, bukan kepentingan partainya, apalagi kepentingan individunya. Partisipasi aktif inilah yang menjadi parameter keberhasilan pembangunan demokrasi di negara Mana pun. Demokrasi yang mapan membutuhkan ruang deliberasi bagi publik untuk menyampaikan apa yang ingin mereka sampaikan dan memastikan apa yang mereka sampaikan didengar dan dijadikan dasar dalam proses-proses pengambilan keputusan pemerintah.
Proses partisipasi aktif dalam pemerintahan ini jika ditarik mundur diawali dari partisipasi otonom rakyat dalam proses-proses pemilu. Asumsi sederhananya, pemilih yang otonom memilih karena kesadaran dan keinginan terhadap perubahan, maka setelah proses pemilu berakhir ia akan tetap menjadi pemilih yang sadar dalam mengawal perubahan yang diharapkannya.
Maka membangun pemilih sama
pentingnya membangun pemilu itu sendiri dan sama pentingnya dengan membangun
demokrasi. Pemilih senyatanya adalah pilar demokrasi yang utama. Oleh karena
itu urusan DPT harus dipandang bukan semata urusan administrasi, ia merangkum
segala potensi yang membangun pemilu dan demokrasi itu sendiri. Inilah makna one
person one vote one value yang sering didengungkan dari pemilu ke pemilu.
Untuk menyadarkan bahwa setiap pemilih bermakna bagi proses perubahan butuh edukasi yang panjang, tidak sekadar saat-saat menjelang pemilu, tapi sepanjang masa pemerintahan hasil pemilu terbentuk. Pemilih dengan segala potensi yang dimilikinya harus tetap menjadi masyarakat yang aware bahwa pilihan mereka bukan cek kosong.
Mereka akan selalu menjadi penagih janji sehingga pejabat publik terpilih (caleg maupun presiden-wapres) dibuat tidak bisa lelap dalam tidur sebelum menunaikan janji-janjinya. Saat itulah demokrasi menjadi produktif dan bermakna bagi proses perubahan.
Seluruh pihak harus memberikan perhatian serius terhadap pemilih. Penyelenggara pemilu harus menjamin seluruh warga negara yang berhak memilih agar terdaftar dalam DPT dan menggunakan hak pilihnya secara benar dan bertanggung jawab. Penyelenggara juga harus bekerja keras untuk mengedukasi masyarakat agar menjadi pemilih yang sadar dengan pilihannya dan secara sistematis mengawasi dan mengevaluasi pilihannya usai pemilu.[5]
Ciri Pemilu yang Demokratis
Untuk menyadarkan bahwa setiap pemilih bermakna bagi proses perubahan butuh edukasi yang panjang, tidak sekadar saat-saat menjelang pemilu, tapi sepanjang masa pemerintahan hasil pemilu terbentuk. Pemilih dengan segala potensi yang dimilikinya harus tetap menjadi masyarakat yang aware bahwa pilihan mereka bukan cek kosong.
Mereka akan selalu menjadi penagih janji sehingga pejabat publik terpilih (caleg maupun presiden-wapres) dibuat tidak bisa lelap dalam tidur sebelum menunaikan janji-janjinya. Saat itulah demokrasi menjadi produktif dan bermakna bagi proses perubahan.
Seluruh pihak harus memberikan perhatian serius terhadap pemilih. Penyelenggara pemilu harus menjamin seluruh warga negara yang berhak memilih agar terdaftar dalam DPT dan menggunakan hak pilihnya secara benar dan bertanggung jawab. Penyelenggara juga harus bekerja keras untuk mengedukasi masyarakat agar menjadi pemilih yang sadar dengan pilihannya dan secara sistematis mengawasi dan mengevaluasi pilihannya usai pemilu.[5]
Ciri Pemilu yang Demokratis
Hak pilih umum, pemilu disebut
demokratis manakala semua warga negara dewasa menikmati hak pilih pasif dan
aktif. Hak pilih pasif, yaitu hak warga negara untuk dapat dipilih menjadi
wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat. Hak pilih
aktif, yaitu hak setiap warga negara untuk dapat memilih atau menggunakan hak
pilihnya dalam pemilu untuk memilih wakilnya yang akan mewakilinya di lembaga perwakilan
rakyat.
Kesetaraan bobot suara, suara
tiap-tiap pemilih diberi bobot yang sama, artinya tidak boleh ada sekelompok
warga negara, apa pun kedudukan, sejarah kehidupan, dan jasa-jasanya, yang
memperoleh lebih banyak wakil dari warga lainnya. Contoh bila harga
sebuah kursi parlemen adalah 420.000 suara, maka harus ada jaminan bahwa tak
ada sekelompok warga negara pun yang kurang dari kuota tersebut mendapatkan
satu atau bahkan lebih di parlemen.
Tersedianya pilihan yang signifikan,
para pemilih harus dihadapkan pada pilihan-pilihan atau calon-calon wakil
rakyat atau partai politik yang berkualitas.
Kebebasan nominasi, Pilihan-pilihan
itu harus datang dari rakyat sendiri melalui organisasi atau partai politik
yang telah diseleksi untuk memdapatkan calon yang mereka pandang mampu
menerjemahkan kebijakan organisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Persamaan hak kampanye, melalui
kampanye mereka memperkenalkan program kerja kepada rakyat pemilih, pemecahan
masalah yang ditawarkan, serta program kesejahteraan, dan lain-lain.
Kebebasan dalam memberikan suara,
para pemilih dapat menentukan pilihannya secara bebas, mandiri, sesuai dengan
pertimbangan-pertimbangan hati nuraninya.
Kejujuran dalam penghitungan suara,
kecurangan dalam penghitungan suara akan menggagalkan upaya menjelmakan rakyat
ke dalam badan perwakilan rakyat. Pemantau independen dapat menopang
perwujudan kejujuran dalam penghitungan suara.
Penyelenggaraan secara periodik,
pemilu tidak boleh dimajukan atau diundurkan sekehendak hati penguasa.
Pemilu tidak boleh digunakan oleh penguasa untuk melanggengkan
kekuasaannya. Tapi pemilu digunakan untuk sarana penggantian kekuasaan
secara damai dan terlembaga.[6]
KESIMPULAN
Pemilu yang hakekatnya ialah pesta demokrasi rakyat
memang benar benar dimiliki oleh rakyat dan sama sekali tidak dikendalikan oleh
para politisi untuk memperoleh
keuntungan pribadi atau golongan tertentu. Rakayat pada saatnya akan mampu
menentukan pilihan mereka sesuai dengan keyakinan mereka bahwa para calon yang
menawarkan program kepada masyarakat dapat dilihat dari tingkat keseriusan
mereka dan juga rekam jejak mereka dalam
masyarakat. Kalau hal ini dapat berjalan dengan mulus, maka para calon angota legislatif yang terpilih
pun memang dikehendaki oleh rakyat, dan bukan disebabkan karena banyaknya modal calon yang dapat mempengaruhi
pilihan rakyat.
Pemilu damai, demokratis dan
berkualitas, itulah kata kunci yang harus terus kita perjuangkan. Partai politik
peserta pemilu juga dihimbau untuk
serius dalam hal pengawasan pemilu, bukan saja saat pelaksaan coblosan, melainkan
juga termasuk mengawasi perjalanan selanjutnya hingga rekapitulasi akhir di KPU
pusat. Dengan begitu langkah dan niat pihak yang akan memalsukan hasil pemilu
akan tidak dapat direalisasikan dan pada saatnya pemilu kita relatif lebih
berkualitas dan dapat dipertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Paul Budi Kleden, Bukan Doping Politik. Yogyakarta: Ledalero, 2013.
INTERNET
Admin,
Merindukan Pemilu Damai (Online), (http://muhibbin-noor.walisongo.ac.id/?op=informasi&sub=2&mode=detail&id=1333&page=1),
diakses 09 April 2014.
Suara Politikus Pemilih Pemilu
Demokratis (Online), (http://nasional.sindonews.com/read/2013/11/26/17/810276/pemilih-pemilu-demokratis), diakses
10 April 2014.
Austin
Ranney, Ciri Pemilu yang Demokratis
(Online), (http://societykamaru.blogspot.com/2013/05/ciri-pemilu-yang-demokratis-menurut.html), diakses
10 April 2014.
[1] Admin, Merindukan Pemilu Damai (Online), (http://muhibbinnoor.walisongo.ac.id/?op=informasi&sub=2&mode=detail&id=1333&page=1),
diakses 09 April 2014.
[5] Suara Politikus Pemilih Pemilu Demokratis
(Online), (http://nasional.sindonews.com/read/2013/11/26/17/810276/pemilih-pemilu-demokratis), diakses 10 April 2014.
[6] Austin
Ranney, Ciri Pemilu yang Demokratis (Online),
(http://societykamaru.blogspot.com/2013/05/ciri-pemilu-yang-demokratis-menurut.html), diakses 10 April 2014.
Minggu, 19 Oktober 2014
800 TAHUN KEMARTIRAN ST. ALBERTUS AVOGADRO
800
TAHUN KEMARTIRAN ST. ALBERTUS AVOGADRO
Oleh: Wilhelmus Wele
Albertus
dari Afogadro. St. Albertus lahir sekitar
pertengahan abad kedua belas di Castel Gu alteri, Italia, dari keluarga
Avogadro. Sekitar tahun 1180 ia menjadi penyusun hukum kanon Salib Suci dari
Mortara dan dipilih menjadi Prior. Pada tahun 1184, ia diangkat menjadi Paus
Bobbio dan tahun 1185 diangkat menjadi uskup Vercelli. Oleh karena kepandaian
dan kegemilangannya dalam berorganisasi, maka pada tahun 1205 St. Albertus
diangkat menjadi Patriark Yerusalem oleh Paus Inocentius III. Pada tahun
1208-1209, ia menulis Regula atau pedoman hidup bagi para Karmelit.
St.
Albertus adalah seorang kudus yang setia dalam mengikuti Kristus. Kesetiaan itu
diraih lewat suatu proses terus menerus selama hidupnya. Kasih Kristus
dialaminya secara nyata dalam hidupnya. Kasih itu mengalir dalam hatinya,
karena telah menyatu dengan Kristus lewat doa yang tak kunjung putus. Doa
menjadi bagian dari hidupnya yang membuahkan kebijaksanaan, hikmat serta
pengenalan akan Kristus yang telah mengubah hidupnya.
Ketika
menjadi Imam, ia tak henti-hentinya mewartakan kasih dan kebaikan Allah kepada
umat. Allah mencintai manusia, Allah tidak meninggalkan manusia. Mengapa?
Karena manusia itu ciptaan Allah sendiri yang sungguh mulia dan secitra
dengan-Nya (bdk. Kej. 1:27). Seorang imam hendaknya menguduskan dan mentobatkan
banyak orang. Ketika ia diangkat menjadi uskup, St. Albertus terkenal sebagai
seorang gembala yang dekat dengan umat. Umat merasakan kehadirannya yang
menyapa mereka dengan kata-kata yang baik dan lembut, serta menghibur
orang-orang yang menderita dan menguatkan iman mereka akan Yesus Kristus. St.
Albertus mengingatkan umatnya bahwa untuk menjadi duta damai perlu relasi
pribadi dengan Kristus yang kuat dan mendalam. Lebih dari itu melihat Kristus
yang hadir dalam diri sesama. Konsekuensinya adalah melayani dan menyapa setiap
orang tanpa memandang ras, suku dan latar belakang.
Penulisan Regula Karmel muncul
pada saat sekelompok pertapa dekat sumber di Gunung Karmel yang sudah ada sejak
abad ke-12 merasa memerlukan pegangan hidup dan pengakuan gereja. Mereka
meminta Albertus Avogadro, Patriark Yerusalem untuk menulis suatu pedoman
hiidup (formula vitae) berdasarkan cita-cita hidup yang mereka jalani. Dari Regula atau pedoman hidup yang disusunnya, tampak jelas bahwa
beliau memahami dengan baik Kitab Suci, sehingga Regula yang disusunnya itu
menekankan unsur Alkitabiah. Pada awal regula, Albertus menyatakan bahwa setiap
orang hendaknya hidup taat pada Yesus Kristus dengan hati yang suci dan hati
nurani yang murni.
Kegiatan menjelang 800 tahun kemartiran St. Albertus
Avogadro dan pesta rumah Biara Karmel Bt. Dionisius Wairklau. Pertandingan bola kaki putri
(footsall) tingkat SMP (SMPN 1 Tampil, SMPN 2 Nara, Baktiyarsa, Frateran,
Yapenthom 1, Yapenthom 2, Bina Wirawan, SKB Wairklau, St. Maria, Renya Rosari,
MTS dan Habi). Bola volley putra tingkat SMU/SMK (SMUN 1, SMUN 2, Frateran,
Seminari, Sint Gabriel, Yohanes Paulus II, MAN-Beru, STM I Napunglangir, SMK
Pelayaran-Yapenrais, SMK Matilda, SMK Tomas, SMK Yoh.XXIII, SMK
Binamaritim-Nele, SKB Wairklau, Baktiyarsa dan SMK Sint Gabriel). Pertandingan
ini akan dimulai dengan apel pembuka pada hari Rabu, 22 Oktober 2014 dibawah
koordinator Rm. Jhon Kopong, O.Carm. Pada
hari yang sama ini juga ada perayaan ekaristi di area Patung Kristus Raja dalam
ramgka mengenang 25 tahun Bapa Suci (St. Jhohanes Paulus II) mengunjungi
Maumere. Perlombaan tarian
tradisional tingkat OMK dari 21 Lingkungan (Paroki Misir) dibawah koordinator
Rm. Dami,O.Carm dan Rm. Petrus,O.Carm. Lomba memasak kategori bapak-bapak dari
wilayah paroki kota dan sekitarnya (Katedral, Tomas Morus, Misir, Nita, Koting,
Nele, Wairpelit, Habi, Bolawolon, Kewapante dan Ili) dibawah koordinator Rm.
Baldus, O.Carm. Kegiatan BAZAR (kupon undian berhadiah sepeda motor, kulkas,
TV, dispenser dll. Harga kupon Rp 100rb) dibawah koordinator Komisaris
Komisariat Indonesia Timur (Rm. Theleforus Jenti, O.Carm) Prior Domus Wairklau
(Rm. Yohanes D. Djawa, O.Carm) dan Rm. Siriakus Ndolu, O.Carm yang akan
berlangsung pada hari Sabtu-Minggu (29-30 November 2014). Selama Bazar
berlangsung, diadakan juga kegiatan Festifal Band, FLOBAMORA (kesenian daerah),
Pameran (religi, budaya, pertaanian, BANK, dll). Senam ja’i masal/poco-poco
akan terjadi pada hari Minggu 30 November 2014 pagi dilanjutkan dengan jalan
sehat dan ditutup dengan perayaan Ekaristi bersama (puncak perayaan 800 tahun
kematiran) pada sore hari di kapela Biara Karmel Wairklau.
Menggali kekayaan budaya. Kebudayaan merupakan suatu
warisan yang diterima oleh individu dari masyrakat setempat berupa kepercayaan,
adat-istiadat, kaidah-kaidah kesenian, dan semua hal yang bukan dari keahlihan
dan kreatifitas pribadi melainkan yang dituruntemurunkan.
Dengan
melihat arti sederhana dari kebudayaan ini, Ordo Karmel Komisariat Indonesia
Timur; dalam rangka 800 tahun kemartiran St. Albertus dari Afogadro (pemberi
regula Karmel) ingin menggali kembali kekayaan-kekayaan budaya di Maumere.
Dalam hal ini khususnya tarian-tarian tradisional yang hendak punah atau yang
sudah punah.
Tarian-tarian
tradisional ini digali dengan cara megadakan perlombaan tarian tradisional
antar OMK (orang muda katolik) wilayah keuskupan Maumere terdekat. Mengapa OMK?
Dengan cara ini mempermudah kaum muda yang sudah lupa terhadap budaya untuk
kembali dan mengenal budaya serta
menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang diwariskan oleh para leluhur.
Lomba
mewarna kategori anak-anak Paut dan TK
Mewarnai merupakan media
berekspresi. Aktifitas mewarnai terutama mewarnai bidang kosong
merupakan cara bagi si kecil untuk mengungkapkan perasaaan dirinya. Melalui
gambar yang dibuatnya dapat terlihat apa yang sedang dirasakannya apakah itu
perasaan gembira atau malah perasaan sedih.
Sebagai
contoh, bila si kecil menggambar bentuk-bentuk suram seperti tengkorak dan
sebagainya, hal tersebut pertanda bahwa si kecil sedang ada masalah dan butuh
bantuan. Sebaliknya gambar-gambar ceria seperti matahari, dan sebagainya
menandakan si Kecil sedang bahagia dan merasa senang. Selain itu cara si kecil menorehkan warna juga dapat
mengekspresikan sifat dasar mereka, sebagai contoh, jika si kecil
mewarnai dengan cara menorehkan garis-garis teratur pada gambar menunjukan
bahwa si kecil memiliki kecenderungan gaya hidup teratur.
Aktifitas mewarnai merupakan
aktifitas yang dapat membantu meningkatkan
kinerja otot tangan sekaligus mengembangkan kemampuan motorik anak.
Kemampuan tersebut sangat penting dalam perkembangan aktifitasnya kelak,
seperti dalam mengetik, mengangkat benda dan aktifitas lainnya dimana
dibutuhkan kinerja otot lengan dan tangan.
Aktifitas mewarnai dapat melatih konsentrasi si kecil untuk tetap fokus pada pekerjaan yang dilakukannya meskipun banyak aktifitas lain yang terjadi di sekelilingnya. Kemampuan berkonsentrasi inilah yang kelak berguna bagi si kecil dalam menyelesaikan soal matematika atau pelajaran lainnya yang membutuhkan konsentrasi tinggi. Selamat Membaca
Aktifitas mewarnai dapat melatih konsentrasi si kecil untuk tetap fokus pada pekerjaan yang dilakukannya meskipun banyak aktifitas lain yang terjadi di sekelilingnya. Kemampuan berkonsentrasi inilah yang kelak berguna bagi si kecil dalam menyelesaikan soal matematika atau pelajaran lainnya yang membutuhkan konsentrasi tinggi. Selamat Membaca
Langganan:
Postingan (Atom)