PERCIK
IMAN
KOSMETIK
Ya, kosmetik! Siapa yang tidak mengenalnya? Sejak membuka
mata di pagi hari hingga menutup mata lagi di malam hari, kita semua pasti
bergaul dengan yang satu ini. Kosmetik ini bermacam-macam. Sebut saja, ada lipstick, bedak, lotion dan lain-lain. Pada dasarnya, kosmetik
hadir dengan tujuan untuk memperindah orang yang mengenakannya. Namun sayang
beribu sayang, keindahan yang dihasilkan oleh kosmetik hanya bersifat sementara
saja. Keringat, hempasan angin atau debu dapat dengan mudah melenyapkan
keindahannya seketika. Kalau begitu adanya dapat disimpulkan bahwa kosmetik
hanyalah sebuah manipulasi pasaran belaka dan dengannya, kita tak bakal
menemukan keindahan yang sejati.
Sederhananya, sifat “tahan lama” begitu jauh dari yang namanya
“kosmetik.”
Belajar
dari kosmetik, sekarang kita diajak beralih ke penghayatan iman kita
sehari-hari. Dalam kehidupan iman kita sehari-hari, tak bisa kita sangkali
bahwa terkadang kita menemukan adanya “iman-iman kosmetik.” Iman kosmetik
adalah iman yang tak tahan lama dan mudah luntur seketika tatkala dihadapkan
dengan suatu kenyataan hidup yang runyam. Jika kita mau bukti, kita dapat
mengamati kenyataan akhir-akhir ini bahwa ada begitu banyak orang Katolik yang
pindah agama dikarenakan permasalahan-permasalahan sepele. Misalkan saja dalam
konteks kehidupan kita orang Maumere. Sejak dari dahulu, Flores termasuk
Maumere dikenal sebagai basis Katolik yang kuat. Namun beberapa tahun terakhir
ini, banyak orang Maumere yang katanya “sudah Katolik sejak dari kandungan ibu”
beramai-ramai pindah agama. Alasannya sederhana, yakni menjadi Katolik tidak
menjamin pemenuhan kebutuhan harian mereka. Agama Katolik tidak bisa memberikan
mereka sekarung beras, sejerigen minyak, segepok uang dan lain-lain. Maka,
tatkala aliran kepercayaan lain mampu memberikan mereka “hal-hal duniawi”
demikian; dengan serta-merta iman Katolik kita tersebut luntur. Bagai kosmetik
pasaran, kekatolikan kita sirna. Pertanyaannya sekarang, inikah arti “sudah
Katolik sejak dari kandungan ibu”? Ironis…
Gereja
dewasa ini membutuhkan pengikut-pengikut Kristus yang yang beriman sejati,
bukan iman kosmetik Ada begitu banyak masalah yang menghampiri Gereja
akhir-akhir ini. Karena itu, Gereja begitu mengharapkan adanya ketahanan iman
yang dewasa dalam diri putera-puteri-Nya. Apa jadinya Gereja jika iman yang
hayati dan kembangkan hanyalah iman yang sekelas iman kosmetik? Kehancuranlah
yang sudah pasti bakal kita renggut. Maka dari itu, ingatlah bahwa hanyalah
iman sejati yang amat dibutuhkan Gereja dewasa ini dan kita diajak untuk
mengusahakannya sehari-hari. Kosmetik hendaknya digunakan sebatas pada tampilan
luar kita semata dan jangan pernah sesekali merias iman kita dengan kosmetik.
Sebab bukan keindahan yang terlihat, tetapi kematianlah yang datang meraja. *** Editor
GEMA SABDA:Mat. 21:33-43
PENOLAKAN
Batu yang dibuang oleh para pembangun…
Dalam bahasa Aram, batu diartikan dengan kata Eben dan anak diartikan dengan kata Ben. Dua kata ini sangat dekat pengucapannya. Karena itu Yesus yang adalah Anak
mengandaikan diri-Nya dengan batu. Batu yang telah dibuang. Lebih daripada itu,
Yesus mau menunjukkan kepada kita sikap penolakan diri-Nya dari orang-orang
zaman-Nya.
Perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur adalah situasi di mana
manusia berhadapan dengan Allah. Tokoh-tokoh dalam kisah perumpamaan tersebut
sebenarnya mewakili kehidupan manusia zaman ini ketika ia berelasi dengan Allah.
Allah
telah memberi manusia kebebasan. Bukan hanya itu, tapi juga kebebasan yang
dibarengi dengan fasilitas-fasilitas lengkap yang menunjang kehidupan manusia.
Hal ini dapat dianalogikan dengan kebun anggur. Tetapi kebebasan itu telah
disalahartikan. Kebebasan yang sebenarnya dibarengi dengan tanggung jawab,
tidak dipedulikan. Manusia merasa bahwa bukan perwakilan yang mereka butuhkan
tetapi Allah sendirilah yang harus hadir, face to face atau pertemuan empat
mata. Namun, hal ini harus disadari bahwa Allah
punya rencana yang tak pernah dipahami oleh manusia. Rencana yang akan
terlaksana demi manusia.
Tak dapat dipungkiri bahwa penolakan terhadap Allah seringkali kita
lakukan. Relasi yang kita bangun dengan Allah dibatasi oleh ruang pemikiran
kita sendiri bahwa saya dan Allah hanyalah saya dan Allah tanpa perlu ada yang
lain. Padahal Allah ingin relasi yang dibangun adalah relasi komunal karena Ia
sebenarnya hadir dalam diri mereka yang mengulurkan tangan pada kita.
Yesus menyatakan diri-Nya adalah “Batu” yang telah dibuang mempunyai makna
Teologis yakni penolakan manusia akan karya keselamatan Allah yang nyata
melalui drama penyaliban Yesus. Namun Yesus tidak berhenti di situ. Ia
melanjutkan dengan yakin bahwa “Batu” itu telah menjadi “Batu” penjuru. Maknanya
bahwa penolakan manusia sebenarnya telah membuka mata mereka sendiri untuk
melihat keselamatan Allah yang telah dijanjikan-Nya sejak awal mula dunia ini
ada, melalui kebangkitan Kristus.
Marilah kita
mengenal Allah dalam setiap situasi hidup kita agar kita tidak selalu menolak
Allah yang sebenarnya sudah hadir dalam kehidupan kita. Jadilah pekerja di
kebun anggurnya dengan setia dan penuh cinta. Semoga…(Fr. Erik Watu
O.Carm)
Serba-serbi
Apa yang Membuat Orang Kristen Berbeda
Pada abad kedua atau ketiga, ada seorang kristen yang tak
diketahui namanya menulis surat kepada Diognesus, yang membahas apa yang
berbeda dari orang kristen. Orang kristen berbeda dari orang lain bukan karena
negaranya, bahasanya, atau pun adat kebiasaan mereka. Mereka tidak tinggal di
kota-kota miliknya sendiri. Mereka juga tidak menggunakan cara bicara mereka
sendiri yang khusus. Hidup mereka pun tidak menunjukkan ciri-ciri yang
eksklusif. Perilaku orang kristen tidak dibentuk oleh suatu pemikiran atau
ideologi para ahli. Mereka juga tidak menyatakan diri sebagai pengajar doktrin
atau ajaran yang semata-mata manusiawi. Tetapi mereka tinggal di kota-kota
seperti kebanyakan orang lain, mengikuti hukum setempat yang mengatur mereka,
mengikuti adat kebiasaan orang setempat dalam hal berpakain, makan serta
berperilaku dalam seluruh rangkaian peristiwa. Mereka menunjukkan kepada kita
cara hidup mereka yang baik. Mereka tinggal di negara mereka sendiri, tetapi
semata-mata sebagai peziarah, sebagai musafir. Sebagai warga negara mereka
tidak berbeda dari yang lain. ”tetapi mereka menghayati segala hal dengan sikap
seolah-olah mereka orang asing.“ Pernyataan ini mengungkapkan sesuatu yang
sangat berbeda dari cara hidup orang kristen yang membuat orang
mengagumi. Maka menjadi
orang kristen harus berani bersaksi tentang iman dan menghayati iman secara
sungguh dalam kehidupan setiap hari. Artinya hidup dengan cara tertentu
sehingga menunjukkan bahwa hidup orang kristen benar-benar beda dengan orang
lain.
(disaripatikan dari buku
”what is the point of being a christian?” oleh JZ. Deko Ria). *** Fr. Yos
Tajuk
INDAHNYA TANTANGAN
Tantangan harus dihadapi dengan “senyuman” iman, harapan
dan kasih.
Namun di sisi lain tantangan harus dihadapi dengan akal
budi, kesabaran, dan kemauan yang kuat untuk mencari jalan keluar.
Inilah keindahan hidup, jatuh bangun di dalam Dia yang
mengutus aku.
Jangan pernah menyerah yang namanya tantangan yang ada
dan menjadi terang sehingga yang gelap jangan menghampiri kita.
** Prisilia. Foulk. Amanas** (Postulant SCMM)
WARTEL (WARTA KARMEL):
Moderator: Rm. John Djawa, O.Carm;
Redaksi: Iren, Aldo, Ancis,
Frengky, Fanco, Kons, Denis, Jhon, Erick, Patrick, Jairus. Willy, Yoman, Eka,
Marton, Fandy, A. Ebe Os Ngani, Yoklin, Bal, Jhonter, Noven, Toing, YosKua,
Yosef.
Alamat: Biara Karmel B. Dionisius, Wairklau-Maumere.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar